Jamur Tiram Sistem Gantung

Sebanyak 15 baglog ditumpuk dengan interval sebuah cincin plastik berdiameter 11 cm. Tumpukan baglog itu disatukan dengan seutas tali plastik yang lazim dimanfaatkan untuk jemuran pakaian. Keistimewaan teknologi itu adalah efisiensi lahan. Bayangkan populasi kumbung alias rumah tanam jamur 21 m x 8 m mencapai 44.000 baglog; sistem konvensional, 13.000. Artinya populasi naik 338%. Itulah temuan baru Muhammad Attamimi, pekebun jamur di Ciwidey, Bandung.

Hanya itu kelebihan sistem gantung? Ternyata tidak. Dengan meningkatnya populasi kemungkinan besar juga terjadi lonjakan produksi. Apalagi Atamimi membuka kedua ujung baglog, tindakan yang kian melambungkan produksi. Secara konvensional, pekebun jamur hanya membuka baglog bagian atas lantaran posisi baglog berdiri. Nah, dengan sistem baru posisi baglog tidur sehingga kedua sisinya dapat dibuka.

Ini kelebihan lain: panen 2 bulan lebih cepat. Pada sistem konvensional paling cepat pekebun memetik tiram pada umur 4 bulan. Namun, dengan sistem “tidur” panen lebih cepat lantaran pertumbuhan batang jamur terhambat. Dampaknya, “Pertumbuhan tudung jamur lebih cepat karena tidak terkena matahari langsung,” ujar Attamimi kepada Trubus.

Saat batang tumbuh, ia akan membengkok mencari matahari. Setelah batang menghadap matahari, fase pertumbuhan batang pun terhenti. Lalu berlanjut pada fase pertumbuhan tudung. Selama 5—12 hari pin head atau tudung keluar dari masa inkubasi 30 hari. Seminggu—dua minggu berikutnya jamur siap panen. Dengan menidurkan baglog intensitas serangan hama juga menurun drastis. Musababnya, serangga jauh lebih sulit meletakkan telur-telurnya di baglog lantaran posisinya miring.

Produksi naik

Ia pertama kali mencoba teknologi itu pada Juni 2004. Panen perdana pada Agustus 2004 dengan total produksi 30—50 kg per hari. Dengan begitu produksi rata-rata per baglog mencapai 1,5—2 kg. Bobot rata-rata baglog 2 kg sehingga produktivitas 70—100%. Produktivitas sistem konvensional sekitar 70% dari bobot baglog. Umur produksi baglog sekitar 3—4 bulan, meskipun dapat diperpanjang hingga 9 bulan.

Cara membuatnya pun mudah. Pertama, potong bambu dengan ukuran 2,5 m x 2 m. Buat seperti palang ayunan. Selanjutnya, siapkan tali yang sebelumnya telah direndam dalam formalin 1% selama 1 hari.

Tujuannya untuk sterilisasi atau mensucihamakan. Ukurannya berkisar 10—12 m. Lilitkan tali di bambu. Buat sampai panjang tali menjadi 2 m. Satu palang bambu memuat 20—25 potongan tali. Kemudian, di sepanjang tali letakkan 15 cincin plastik yang dipesan khusus di sebuah produsen plastik. Langkah selanjutnya masukkan baglog di setiap cincin sehingga baglog akan menggantung dan bertingkat.

Padat

Ide menggantung baglog jamur tiram diperoleh dari kebiasaan pekebun jamur kuping Auricularia auricula. Sayang, pekebun jamur kuping memanfaatkan rak bambu yang cepat rusak. Dengan sistem baru, Attamimi tak membuat rak-rak untuk menampung baglog. Sebagai gantinya ia membuat tiang dari bambu setinggi 2 m. Panjang tiang 2,5 m. Tiang itu mampu menampung 23 baglog yang disusun vertikal (lihat grafi s).

Total jenderal ia mempunyai 9 kumbung dengan luasan berbeda. Tujuh kumbung masing-masing berukuran 21 m x 12 m dan 2 kumbung berukuran 21 m x 8 m. Di dalam kumbung berukuran 21 m x 8 m itu terdapat 126 tiang dengan daya tampung sama. Tiang-tiang dari bambu itu mampu bertahan hingga 8 tahun. “Saya terdesak waktu itu. Penanam modal mau uangnya cepat kembali. Jadi harus putar otak cari cara percepat produksi,” ujar sarjana pertanian alumnus sebuah perguruan tinggi di Bandung itu.

Cara baru itu dianggap lebih praktis. Misalnya pada sistem konvensional untuk membuat rak-rak memakan waktu 4 bulan. Namun, dengan sistem gantung, ia hanya butuh waktu 1—2 hari untuk mendirikan tiang-tiang gantung. Jadi amat menghemat waktu.

Lagi pula untuk membuat tiang-tiang gantung biayanya, “Murah, cuma Rp5-juta-an,” kata ayah 2 anak itu. Sedangkan untuk membuat rak-rak pada sistem konvensional mencapai Rp20-juta. Sudah begitu paling banter umur produksi rak hanya 3 tahun. Lagi-lagi pekebun jamur dapat menghemat besar-besaran.

Cara baru

Keunggulan lain sistem gantung memudahkan pemeliharaan. Dengan baglog horizontal pembersihan dan pengaturan kelembapan lebih mudah. “Sebaiknya setelah 4—6 kali panen, baglog diganti dengan yang baru supaya terhindar dari hama dan penyakit,” ujar pria 45 tahun itu. Setelah itu baglog lama dikeluarkan. Lakukan sanitasi dengan merendam kembali tali dalam formalin. Keesokan harinya masukkan baglog baru.

Cara serupa juga diadopsi Jajat Sudrajat dari Citi Mandiri, pekebun di Sukabumi, Jawa Barat. Pria berusia 49 tahun itu tetap membangun rak untuk meletakkan baglog. Hanya saja posisi baglog horizontal alias tidur. Itu dilakukan atas saran seorang rekan dari Intitut Teknologi Bandung. Dalam kumbung 9 m x 9 m ia menaruh 9.000—10.000 baglog. “Dengan posisi tidur, 40 hari setelah inokulasi bisa langsung panen,” ujarnya.

Jamur tiram tumbuh baik pada suhu 20oC. Jika suhu di atas itu, harus dilakukan pengabutan. “Sebaiknya waktu mengabut jangan mengenai baglog. Cukup siram lantai atau pakai sprayer supaya kembali ke suhu semula,” ujar Jajat.

Bila suhu di bawah 20oC, media agak dikerik supaya benih tumbuh. Cara itu akan susah diterapkan bila posisi baglog vertikal. Dengan horizontal perlakuan itu lebih mudah. (Lastioro Anmi Tambunan)

Sumber: trubus-online.co.id dengan judul Tiram Gantung Produksi Melambung

Membuat Pupuk Kompos dari Baglog Jamur

Limbah baglog atau media jamur tiram yang sudah tidak produktif jika tidak dimanfaatkan akan menjadi sampah yang menumpuk dan mengotori lingkungan.  Saat ini banyak petani jamur yang sudah mulai memanfaatkan limbah baglog tersebut menjadi sesuatu yang mempunyai nilai tambah bahkan dapat dijadikan sebagai usaha tambahan.  Pemanfaatan limbah baglog tersebut antara lain untuk media ternak belut, media ternak cacing dan bahan baku pupuk organik.

Pada tulisan kali ini saya baru memanfaatkan limbah baglog sebagai bahan baku pupuk organik, sesuai dengan pengalaman yang sudah saya lakukan. Pupuk organik yang saya buat dari campuran kotoran ternak dan limbah baglog jamur menggunakan teknik bokhasi, yaitu menggunakan EM4 atau effective microorganisme untuk mempercepat proses pengomposan bahan pupuk tersebut.  Caranya adalah sebagai berikut :
Bahan Baku :
  • Kotoran ternak 100 kg
  • Limbah baglog 250 kg
  • EM4 350 ml
  • Gula 1/4 kg
  • Dedak 10 kg
  • Air secukupnya.
Cara Pembuatan :
  1. Gula dilarutkan dalam air kemudian campurkan dengan EM4
  2. Bahan - bahan (kotoran ternak, dedak dan limbah baglog) dicampur sampai merata
  3. Campurkan larutan EM4 ke campuran bahan tersebut dan aduk hingga tercampur sempurna.  Untuk menentukan tingkat kadar air dapat di cek dengan cara mengepal campuran tersebut dan jika tidak ada air yang menetes saat dikepal dan bahan tetap menggumpal, berarti kadar air sudah cukup.
  4. Setelah tercampur merata, campuran ditumpuk menyerupai gunungan dengan ketinggian 1 meter.
  5. Tutup dengan terpal atau penutup lainnya.  setiap hari campuran tersebut diaduk untuk mendinginkan panas yang dihasilkan dari proses fermentasi, kemudian ditumpuk lagi.
  6. Proses fermentasi hingga pupuk matang selama 7 - 10 hari. 
  7. Jika sudah dingin pupuk sudah dapat digunakan.
Demikian cara pembuatan pupuk organik dari limbah baglog jamur tiram dengan tehnik bokhasi. Pupuk yang dihasilkan tersebut selain digunakan sendiri juga dapat kita kemas dan dijual ke pehobi tanaman hias atau untuk pertanian sehingga dapat menghasilkan penghasilan tambahan seperti yang sudah saya lakukan. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Sumber artikel: http://jamurperwira.blogspot.com/2011/05/pupuk-organik.html
Sumber gambar: http://jongjava.com/web/images/stories/ragam/tekno/nov-09/kompos.jpg

Limbah Baglog, Media Budidaya Belut

Kabar baik bagi petani jamur tiram, limbah baglog jamur tiram ternyata banyak manfaatnya. Bisa dibaca pada postingan yang telah lalu yang berjudul: Pemanfaatan Limbah Media Jamur Tiram. Adapun pada postingan kali ini, kita akan mengupas manfaat lain dari baglog jamur tiram, yaitu pemanfaatan limbah baglog sebagai media budidaya belut. Berikut artikel yang saya copas dari situs trubus-online.co.id dengan artikel yang berjudul "Bukan Lumpur, Tapi Baglog Jamur." Selamat mengikuti.

Sudah 2 minggu kolam 20 m2 itu kosong melompong. Eman Rahman, pemilik kolam di Lebakwangi, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, itu sulit mencari lumpur pengisi kolam agar ia segera dapat membudidayakan belut. Padahal, baglog jamur bekas bisa menggantikan lumpur seperti dilakukan Suparmo.

Suparmo, peternak di Desa Caringin, Kecamatan Balaraja, Tangerang, Provinsi Banten, memanfaatkan baglog-media tanam jamur-bekas sejak awal Maret 2009. Untuk mengisi kolam semen berukuran 2,7 m x 2,6 m, ia memerlukan 500 baglog. Sebelum menjadi peternak belut, Suparmo lebih dulu berkebun jamur tiram. Ia mengelola sebuah kumbung jamur berukuran 9 m x 5 m berkapasitas 3.000 baglog. Mula-mula baglog bekas ia gunakan untuk memupuk terung. Melihat pertumbuhan Solanum melongena sangat pesat, ia tertarik mencoba pada belut.

Plastik-plastik pembungkus baglog ia lepaskan. Kemudian pria kelahiran Ciamis 17 November 1966 itu menghancurkan baglog dan menambahkan tanah halus serta kotoran kerbau matang. Porsi bekas media jamur itu 2 kali lipat ketimbang tanah. Campuran ketiga bahan itu ia aduk rata di dasar kolam. Di bagian atas campuran itu, Suparmo meletakkan cacahan batang pisang. Porsinya kira-kira 20%. Cacahan batang pisang mampu merangsang pertumbuhan rotifera sebagai pakan belut.

Adaptasi

Di bagian teratas, barulah ia menambahkan 20% jerami dan mengairi media. Air hanya macak-macak. Total jenderal ketebalan media dari dasar kolam hanya 20 cm. Komposisi media itu ia biarkan selama sebulan agar terjadi fermentasi.

Indikasi media siap pakai jika media tak beraroma busuk. Saat itulah pria 43 tahun itu menebar 20 kg bibit terdiri atas 100-112 ekor per kg. Panjang bibit rata-rata sejengkal tangan. Pekan pertama 215 bibit meregang nyawa. 'Kemungkinan stres karena transportasi dan beradaptasi dengan lingkungan,' kata Suparmo. Maklum bibit belut didatangkan dari Kuningan, Jawa Barat, berjarak lebih dari 400 km.

Pada pekan kedua, Suparmo mendapati kematian belut hanya 2-3 ekor. Setelah itu hingga pada pertengahan April 2009, umur bibit belut sebulan 19 hari, tak ada yang mati. Ayah 3 anak itu memberikan pakan berupa 0,5 kg ikan kecil dan cacahan kodok rebus. Selain itu kadang-kadang ia juga meletakkan ayam mati. Belut tidak makan ayam, tetapi magot alias belatung yang keluar dari bangkai ayam.

Ketika Trubus berkunjung ke kolam, Suparmo tengah mengecek pertumbuhan belut. Secara acak ia mengambil 20 belut di lokasi berbeda. Panjang Monopterus albus itu rata-rata bertambah 5-8 cm dari panjang awal 15-18 cm. Suparmo baru akan memanen serentak pada akhir Juni 2009 sehingga produktivitas belut di media jamur belum diketahui.

Pakan Alami
 
Ide Suparmo memanfaatkan baglog jamur merupakan terobosan baru. Selama ini peternak belut memanfaatkan campuran lumpur sawah dan pupuk kandang sebagai media belut. Yang pasti belut mampu bertahan dan berkembang di media baglog. Menurut Ade Sunarma, MSi, periset di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat, penggunaan baglog sebagai media belut merupakan inovasi baru.

Menurut Sunarma media bekas jamur besar kemungkinan mempercepat pertumbuhan pakan alami. Alasannya, media itu lebih mudah terurai karena mengalami fermentasi dari serbuk gergaji, bekatul, dan biji-bijian. 'Apalagi ditambah gedebong pisang yang juga sudah busuk, proses fermentasi lebih cepat,' kata Sunarma. Dampaknya pakan alami lebih cepat tersedia sehingga memacu pertumbuhan belut.

Dengan ketersediaan pakan alami diharapkan belut tumbuh cepat dan seragam. Pertumbuhan yang seragam berarti juga mencegah kanibalisme. Menurut Sunarma keseragaman dipengaruhi faktor biologis dan perilaku. Secara biologis pertumbuhan jantan lebih cepat daripada belut betina. Meski demikian, peternak tak mampu memilih bibit jantan agar lebih dominan.

Soalnya, belut bersifat hemafrodit. Perubahan jenis kelamin secara menetap terjadi ketika belut berumur 3-4 bulan. Selain itu perilaku berebut pakan berpeluang membuat ketidakseragaman. Yang kuat berpeluang mendapat pakan lebih banyak. 'Namun, masih harus dikaji lebih lanjut seberapa besar kemampuan belut mengkonsumsi pakan,' kata Ade.

Penggunaan baglog bekas mempermudah peternak karena jumlahnya melimpah. Di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, saja terdapat 400 pekebun jamur tiram. Setiap pekebun rata-rata mengusahakan 5.000-10.000 baglog. Ketika jamur tiram kian banyak diusahakan di berbagai kota, peluang untuk mendapatkan baglog bekas pun kian mudah. Selama ini baglog bekas hanya dibuang. Padahal, media apkir itu dapat menjadi hunian yang nyaman bagi belut. (Lastioro Anmi Tambunan)

Semoga bermanfaat..!!!

Sumber gambar:
http://www.trubus-online.co.id/images/resized/images/stories/media018/1832_200_200.jpg

Mengapa Jamur Tiram Sulit Panen?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka saya nukilkan artikel yang ditulis oleh mas Dyan Widyastanto di blog rumah jamurnya. Semoga artikel berikut bermanfaat bagi kita.

Suatu ketika ada beberapa pembudidaya jamur yang bertanya mengenai  baglog jamur yang dia budidayakan. Pertanyaannya yaitu kenapa baglog jamur yang sudah tumbuh penuh sulit keluar bakal jamurnya. Pertanyaan ini  mungkin bisa diperjelas lagi, yaitu baglog sulit keluar jamur pada awal pembukaan dan lamanya rentang antar panen pada baglog jamur. Penyebab pemasalahan ini bukan hanya pada petani yang membudidayakan baglog jamurnya, tapi juga pada proses pembuatan baglog jamur, yaitu pada petani penyedia baglog jamur.

Permasalahan yang disebabkan oleh pembudidaya baglog jamur yaitu karena rumah/kumbung jamur kurang ideal untuk pertumbuhan jamur. Bisa dikarenakan desain kumbung  jamur yang kurang tepat, antara lain:
  1. Atap kumbung terlalu rendah, sehingga ruangan menjadi pengap/ sumuk dan akan mudah meningkatkan suhu ruangan. Artinya kondisi ruangan tidak memenuhi syarat tumbuh jamur.  Kecuali jika pendirian kumbung berada di bawah pohon yang teduh dan rindang.
  2. Kumbung jamur terlalu gelap karena tertutup rapat tanpa sirkulasi, hal ini akan menghambat pertumbuhan pin head/bakal jamur. Pada masa pertumbuhan jamur pada baglog, butuh pencahayaan sebesar 10-15 %. Bukan sinar matahari langsung yang masuk ke dalam kumbung.
Sedangkan bagi pembudidaya jamur, perlu dilakukan perawatan baglog secara  rutin selama masa produktif.  Diantaranya:
  1. Lakukan pembukaan pada bagian depan baglog, baglog yang dibuka adalah baglog yang pernah panen minimal  1 kali.
  2. Lakukan selalu peremajaan pada bagian baglog yang rusak/kotor, yaitu dengan membersihkan bagian yang rusak sampai terlihat bagian baglog yang putih. Tujuannya adalah untuk memicu pertumbuhan bakal jamur lagi.
Pembukaan diatas bisa dilakukan bila kondisi suhu dan kelembaban bisa dijaga ideal, karena jika tidak (suhu lebih dari 28′C dan kelembaban kurang dari 70%) akan menyebabkan terjadi penguapan yang tinggi yang mengakibatkan baglog menjadi kering. Jika tidak memungkinkan untuk melakukan pembukaan, anda bisa melubangi atau menyobek (sambil dilukai baglognya) seukuran 1×1 cm sebanyak 2-4 bagian pada sisi depan dan belakang. Hal ini bisa mengurangi penguapan yang tinggi.

Dan terakhir,  pada proses pembuatan baglog jamur. Dari pengamatan dan studi banding yang telah kami lakukan, bahwa baglog jamur akan mengalami kesulitan pada pertumbuhan pih head/bakal jamur pada awal panen dan pada pertumbuhan berikutnya dikarenakan serbuk kayu yang dipakai dalam pembuatan baglog masih belum benar benar lapuk. Hal ini akan menghambat penyerapan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakal jamur. Ada beberapa tanda dan akibat dari pemakaian serbuk yang masih mentah/ belum lapuk, antara lain:
  1. Pada permukaan baglog akan tumbuh daging berwarna kekuning kuningan (ngoncom), dan akan tampak jika baglog sudah mulai dipenuhi miselium jamur.
  2. Keluarnya pin head/bakal jamur sejak pembukaan pertama sangat lama, antara 3-4 minggu, padahal idealnya 1-2 minggu sejak pembukaan.
  3. Jarak panen dengan panen sebelumnya sangat lama, bisa jadi tidak panen lagi dan baglog akhirnya menjadi membusuk, padahal masih dalam masa produktif.
  4. Baglog tidak bisa berwarna putih pekat seperti tempe.
  5. Jamur yang tumbuh akan layu dan kering sebelum waktunya panen. Hal ini disebabkan penyerapan nutrisi pada baglog kurang optimal, karena serbuk yang belum lapuk akan sulit untuk diuraikan menjadi makanan bagi jamur.
Oleh sebab itu, usahakan agar serbuk kayu yang dipakai dalam kondisi melapuk, adapun cara untuk melapukkan adalah:
  1. Biarkan serbuk kayu di tumpukan luar atau yang sudah dibungkus glangsing  selama minimal 3 minggu, agar terjadi pelapukan alami. Bisa dibantu dengan menyirami serbuk dengan air dengan tujuan agar resin/getah kayu bisa larut ke bawah.
  2. Lakukan pengomposan/fermentasi pada media baglog yang sudah diacampur dengan bahan lain dan sudah diraduk dengan air. Waktu pengomposan selama minimal 3 hari. Caranya, tutup rapat saduran tadi dengan plastik atau apapun yang bisa buat nutup.
Selamat mencoba!!!, Kalo ada masukan bisa sharing ya…

Sumber: dyanwidyastanto.wordpress.com

Budidaya Jamur Tiram Tanpa Baglog, Bisakah?

Sebenarnya saya sendiri tertarik ketika membaca suatu judul yang berbunyi “Tiram Tanpa Baglog” yang diterbitkan oleh Majalah Trubus edisi November 2004. Salah seorang praktisi jamur yang bernama NS. Adiyuwono menyatakan "Hasil Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan mutu dan hasil antara jamur tiram yang ditanam di baglog dan tanpa baglog. Dari 150 kg media yang terdiri dari serbuk gergaji, dedak, kapur, polard atau dedak gandum, dan air dihasilkan jamur tiram 50 – 62,5 kg. Itu setara dengan 150 kg yang dimasukkan pada 125 baglog." Ini merupakan penelitian dari Indonesia Mushroom Center yang bekerja sama dengan pekebun asal Cina.

Terbayang dibenak saya, seandainya kita bisa membudidayakan jamur tiram tanpa baglog ini berapa banyak jumlah biaya produksi yang bisa kita hemat. Dengan sistem ini kita bisa hemat biaya produksi seperti: plastik baglog, cincin, karet, dan kertas koran, ditambah waktu dan tenaga yang kita keluarkan untuk membuat baglog bisa kita ‘hemat’. Tentu ini sangat menguntungkan bagi petani jamur tiram seperti kita ini...

Lalu bagaimanakah budidaya jamur tiram tanpa baglog ini?

Berikut saya nukilkan tulisan dari NS. Adiyuwono tentang cara budidaya jamur tiram tanpa baglog yang dimuat oleh Majalah Trubus edisi November 2004.

Persiapan tempat

Rumah tanam alias kumbung bisa sangat sederhana. Pada percobaan itu rumah kandang sapi yang sudah tidak digunakan. Disana terdapat bak semen untuk pakan. Bak itulah yang digunakan untuk media tanam. Sebelum digunakan, bak semen dan sekitarnya dibersihkan dengan air.

Lakukan sanitasi dengan menyemprot formalin 1%. Terakhir ruangan ditaburi air kapur. Rumah tiram bekas kandang sapi ditutup dengan terpal plastik agar kebersihan terjaga dan terhindar dari udara terbuka. Persiapan dilakukan 2 minggu sebelum pelaksanaan. Tiga hari sebelum penanaman, sanitasi diulang kembali.

Gunakan media tanam seperti biasa digunakan untuk baglog. Setiap 100 kg serbuk gergaji ditambahkan dedak atau bekatul sebanyak 5%, kapur 2%, polard 5%. Pertahankan media pada ph 6, caranya sama seperti bahan baku media baglog. Bahan-bahan yang telah dicampur merata itu dimasukkan ke dalam kantong atau karung plastik masing-masing 10 kg. Sterilkan media dalam karung plastik selama 12 jam. Bila menggunakan boks yang bisa diatur sampai suhu 120 oC, cukup 3 – 4 jam.

Tanam bibit

Setelah dingin, media yang telah disterilkan itu dibuka dan ditaburkan di atas bak semen dengan ketebalan 20 cm. Sebelum media ditaburkan, taburkan bibit jamur tiram di dasar bak. Dosis bibit 2-3 m2 luasan bak setara dengan bibit 1 kg baglog. Baru setelah itu ditebar media merata di atas bak semen. Gunakan papan untuk meratakan permukaan.

Media itu perlu diberi bibit tambahan. Caranya buat lubang tanam dengan jarak antarlubang 5 cm x 10 cm atau sesuai dengan kondisi. Masukkan bibit kedalam lubang tambahan itu menggunakan pinset. Tutup kembali lubang dengan media, tapi jangan ditekan. Cukup diratakan dengan papan.

Selanjutnya media ditutup koran dan plastik. Lapisan pertama, koran, berguna untuk menjaga kelembapan. Yang kedua, plastik, berfungsi untuk menutupi seluruh media agar rapat. Plastik tidak perlu mahal dan tahan panas. Boleh juga digunakan mulsa plastik, gunakan bata sebagai pemberat atau diikat secara melintang dengan bantuan tali dan bambu.

Pengecekan

Pengecekan dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-3. Pada periode ini miselium sudah mulai menjalar walaupun belum penuh. Rangsang penyebaran miselium dengan membuat lubang diantara miselim yang belum menyebar di sisinya. Itu membuat aerasi lancar sehingga memicu pertumbuhan miselium. Yang perlu diperhatikan, buat lubang itu dengan tongkat yang telah disterilkan secara perlahan-lahan agar miselium tidak rusak.

Bila pada saat itu terlihat ada media yang terkontaminasi, semprotkan fungisida. Yang lebih aman dengan cara menaburkan garam dapur atau menyiram air garam diatasnya. Formalin 1% dan probiotik 1- 2% bisa dijadikan pilihan alternatif.

Pada minggu ke-4 dan ke-5 miselium hampir penuh. Kertas koran yang menghalangi pertumbuhan dianggat. Pinhead atau calon jamur kecil yang mulai tumbuh harus diberikan keleluasan tumbuh dengan cara menggeser plastik penutup atau pembaratnya. Sehinggu kemudia plastik dibuka dan diberi penyiraman berkabut untuk merangsang pertumbuhan pinhead. Pada saat itu miselium telah memenuhi media.

Panen

Penen dilakukan bila tudung jamur telah cukup besar. Pengambilan hasil itu harus hati-hati. Jaga media jangan sampai rusak agar miselium yang masih tumbuh menghasilkan jamur lagi. Caranya, jamur dipetik dengan memutar batangya sambil sedikit mengangkat. Dengan begitu jamur terlepas dar media, sementara media tetap utuh.

Berdasarkan pengalaman selama percobaan, dari bobot total media 1 kg biasanya didapat hasi rata-rata 400 g jamur tiram. Dengan bobot yang sama, cara baglog menghasilkan 500 g. Namun, penanaman baglog bisa didongkrak hasilnya dengan cara sterilisasi yang lebih cermat. Pekebun yang ingin mencoba sebaiknya menggunakan jamur tiram pada luasan yang kecil dulu agar tingkat kegagalan bisa ditekan. (NS. Adiyuwono, praktikus jamur).

Dari uraian diatas maka kita bisa simpulkan bahwa ternyata kita bisa membudidayakan jamur tiram tanpa baglog. Tapi, apakah cara budidaya ini menguntungkan bagi kita?

Sebenarnya penelitian diatas dilakukan guna mengantisipasi kelangkaan plastik polipropilen di daerah terpencil. Misal, dipelosok Pulau kalimantan, Sulawesi, dan Propinsi Banten. Disana plastik hanya dikota besar sehingga pengiriman ke kumbung sering terlambat. Tentu bagi mereka ini cukup menguntungkan, karena bisa tetap produksi walaupun tidak ada plastik baglog. Tapi bagi kita yang mudah mendapatkan plastik baglog, budidaya jamur tiram dengan baglog jauh lebih menguntungkan daripada  tanpa baglog, asalan pertama adalah dengan baglog jauh bisa menghemat tempat dibandingkan dengan tanpa baglog yang membutuhkan lahan yang luas. Kedua, proses sterilisasi lebih cepat. Ketiga, resiko konstaminasi mikroorganisme lebih kecil. Keempat, hasil yang didapat jauh lebih banyak. Maka kita bisa katakan bahwa budidaya jamur tiram tanpa baglog tidak lebih baik dibanding budidaya jamut tiram dengan baglog dilihat dari resiko kegagalan dan hasil yang diperoleh.

Catatan:

Bila kita cermati  hasil penelitian Indonesia Mushroom Center berbeda dengan hasil percobaan yang disampaikan oleh NS. Adiyuwono diatas, kita akan dapati kontradiksi antara keduanya. Indonesia Mushroom Center menyatakan bahwa ”Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan mutu dan hasil antara jamur tiram yang ditanam di baglog dan tanpa baglog.... “ sedangkan hasil percobaan yang disampaikan oleh NS Adiyuwono disebutkan terdapat perbedaan hasil antara keduanya yaitu untuk 1 kg media jamur tanpa baglog menghasilkan 400  g, sedangkan untuk 1 kg media jamur tiram dengan baglog menghasilkan 500 g jamur tiram. Ini menunjukkan budidaya jamur tiram tanpa baglog masih belum teruji, sehingga perlu dikembangkan lagi agar jamur yang dihasilkan setara atau lebih banyak dari hasil budidaya jamur tiram dengan baglog.(Oemah Jamur)

Sumber gambar: 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhNteZ46toPtNBOWR7lIOD6mBEc_yPQPUisq-oREg8w0LYJ9I5JDOXXcW9iOAKpSqi-2i2YN92rd741Sf2UVhbiskFC9kbqKXhNVm2bOIbUukZItiifjdSw4mpiZvOIvQneUht5J3Yzh13M/s200/tiram-abu-abu.jpg

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha , Car Price in India