Hukum Meminjam Uang di Bank Untuk Usaha

Bertepatan dengan bulan yang benuh berkah yaitu bulan Ramadhan 1434 H, maka saya ucapkan selamat menunaikan ibadah puasa, semoga segala puasa dan segala amal kebaikan yang kita lakukan di bulan puasa ini diterima oleh Alloh Azza Wa Jalla. Amin.
 
Mungkin pembaca akan kaget, mengapa postingan kali ini mengenai hukum islam padahal blog ini adalah blog jamur, yang membahas seputar budidaya jamur? Ya, karena bertepatan dengan bulan puasa yang penuh berkah ini tidak ada salahnya membahas tentang masalah fiqh muamalah, salah satunya adalah Hukum Meminjam Uang di Bank untuk Usaha, dalam hal ini saya khususkan bagi diri saya sendiri dan bagi semasa petani jamur muslim agar usaha jamur kita menjadi lebih berkah. 

Lalu bagaimana hukum meminjam uang di bank untuk membuka usaha atau mengembangkan usaha jamur? maka saya akan nukilkan pembahasanya dari artikel Konsultasi Syariah. Semoga bermanfa'at..

Disebutkan dalam hadist dari Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang makan riba, pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang mencatat transaksinya." (HR. Turmudzi, Ibnu Majah dan disahihkan Al-Albani)

Dalam riwayat yang lain, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat 10 orang: pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang mencatat transaksinya.” (HR. Ahmad 635)

Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: “Mereka semua sama.” (Baihaqi dalam As-Shugra, 1871).

Dalam Aunul Ma’bud Syarh sunan Abu Daud dinyatakan: "Pemberi makan" maksudnya yang memberikan riba kepada orang yang mengambilnya. (Aunul Ma’bud, 9:130)

Dan masih banyak penjelasan lainnya, yang semuanya memberikan kesimpulan bahwa "pemberi makan riba" adalah nasabah yang berutang ke rentenir atau bank. Konsekuensinya, dia harus memberikan bunga kepada bank. Meskipun dia sama sekali tidak makan riba itu, tapi bank-lah yang makan.

Al-Khatib mengatakan, "Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman yang sama pada keduanya, karena mereka sama-sama terlibat dalam perbuatan itu (transaksi riba) dan saling membantu untuk melakukannya. Meskipun yang satu untung dan yang satu terzalimi." (Faidhul Qadir, 1:53)

Berdasarkan kesimpulan di atas, meminjam dari bank meskipun untuk tujuan usaha yang halal, statusnya terlarang. Karena bagaimanapun bank akan mempersyaratkan riba, meskipun bisa jadi usahanya untung besar, dan bisa menutupi cicilan bank. Namun hakikatnya itu bukan bagi hasil, tapi itu riba yang telah ditetapkan nilainya di awal transaksi. Sebagai orang yang beriman, tentu kita tidak ingin mendapatkan laknat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selesai.

Dalam Fatwa MUI tahun 2004, juga disebutkan secara tegas bahwa praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah shallahu 'alaihin wa sallam, yaitu Riba Nasi’ah. Praktek seperti itu hukumnya haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

Mungkin, akan terbesit dalam benak kita, kalo kita tidak boleh minjem di bank, lalu kepada siapa? Ya, silahkan pinjem ke saudara, atau mencari investor dengan sistem bagi hasil, atau menjual tanah/barang atau bersabar dengan modal usaha yang ada.  Insya Alloh lebih barokah di dunia dan di akhirat.

Semoga nanti ada jalan dan kemudahan bagi kita untuk mengembangkan usaha jamur kita tanpa riba yang  akan menyengsarakan di dunia dan di akhirat. Semoga hadist berikut menjadi obat bagi kita yang sedang galau.. hehe.

"Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Semoga bermanfaat..!!!

Batang, 11 Juli 2013/3 Ramadhan 1434 H

Sumber gambar:  http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTLd5BHJltzcBs6ADCC-vcf7uiqtQBhNd_QxjyOVHw40p65Avi2

Teknologi Pengawetan Jamur Tiram

Telah ditemukan Teknologi Pengawetan Jamur Tiram, sehingga daya tahannya meningkat dari hanya 3 hari menjadi sebulan lebih. Bahkan kalau dikalengkan bisa bertahan sampai 2 tahun. Di Jepang, Taiwan, Hongaria, Prancis dan Swis, Jamur kayu ini biasanya dikalengkan.

Di Indonesia, Ir. Tien R. Muchtadi dari Fakultas Teknologi Pertanian, IPB mencoba memperpanjang masa simpan jamur tiram dengan 4 cara: pengawetan segar, pengalengan, pengeringan dan irradiasi. 

1. Pengawetan Segar

Cara ini disebut pengawetan segar karena jamur disimpan dalam keadaan basah dan tidak dimasak. Disini jamur diawetkan dengan bantuan natrium bisulfit 0,1-0,2%. Dosis itu masih dibawah aturan Departemen Kesehatan yang mensyaratkan pemakain pengawet kimiawi maksimal 0,3% (di bawah 3.000 ppm. Natrium bisulfit dipakai karena ia bersifat anti mikroba dan menghambat proses perubahan warna jamur dari putih menjadi kecokelatan akibat reaksi enzim polifenolase pada jamur karena pengaruh udara.

Pengawetan segar mampu memperpanjang masa simpan jamur sampai satu bulan tanpa perubahan rasa, warna, bau. Menurut Tie Muchtadi, cara ini cocok diterapkan pada industri rumah tangga karena mudah pelaksanaannya.

Langkah pertama, jamur dipotong tanggkainya dan dicuci sampai bersih. Setelah itu jamur yang nama lainnya shimeiji ini diblanching (direbus) dengan larutan 0,1% asam sitrat selama lima menit pada suhu 65'C.

Tahap berikut, jamur yang sudah aga lunak dicuci dengan air matang dan ditiriskan. Setelah semua air keluar, ia direndam lagi dalam larutan garam (NaCI), asam sitrat 0,5% dan natrium bisulfit 0,1-0,2%, berikutnya jamur bersama larutannya dimasukan ke dalam botol tertutup dan disimpan. 

2. Pengalengan

Jamur yang dikalengkan disimpan selama dua tahun tanpa terjadi perubahan rasa, warna dan bau. Tiga tahap pertama dalam proses pengalengan sama dengan pengawetan segar. Cuma setelah direbus dan ditiriskan, jamur dimasukan ke kaleng bersama-sama air dingin yang matang, natrium bisulfit dan garam secukupnya.
Kaleng yang masih terbuka tutupnya itu kemudian direbus di panci dengan air mendidih selama 5-10 menit agar udara dalm kaleng keluar. Setelah itu kaleng ditutup dan disterilisasi dengan cara merebus kaleng selama 35 menit pada sushu 100'C. Setelah dingin, baru disimpan. 

3. Irradiasi

Cara ini merupakan yang paling mudah. Jamur tiram yang sudah bersih dikemas dalam wadah seperti piring kemudian ditutup plastik polietilen. Jamur dalam wadah itu kemudian diirradiasi dengan sinar gamma cobalt 60. Teknik ini bisa mengawetkan jamur satu bulan. Repotnya, petani terpaksa menghubungi Batan (Badan Tenaga Atom Nasional) untuk "menyinari" jamurnya. 

4. Pengeringan

Pengeringan dilakukan dengan alat khusus yang dinamakan fresh drier. Tujuannya agar jamur tidak keriput dan berubah warna. Caranya, setelah direbus dan direndam dalam larutan natrium bisulfit selama 10 menit, jamur dimasukan ke freezer agar membeku. Seterusnya ia dimasukan lagi ke fresh drier selama 5-6 jam, baru dikemas dengan plastik polipropilen. Cara ini sanggup mengawetkan jamur tiram sampai enam bulan. 

Sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnlPoQrjAWKUaYQ333GroZ1_gXK3ZMpjD2EIFYInKEcwBgM04AtpMOrccXzMCMtZhttPjjpIC7WRcRsHUIQw5h7gwZpqt3Cn2Q1GnPtYmWE_5s0locc_elxGmXUTme5c_u8JccmbX2ibii/s400/abalonemushroom1.jpg
Sumber artikel: http://bestbudidayatanaman.blogspot.com/2012/08/empat-cara-mengawetkan-jamur-tiram.html

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha , Car Price in India